Postingan Populer

Senin, 25 September 2017

Pohon Beringin dan Burung Perkutut

Cerita berjudul Pohon Beringin dan Burung Perkutut adalah cerita anak dalam bentuk fable pertama yang saya buat. Cerita ini pernah saya kirimkan untuk lomba menulis cerita anak khusus guru yang diselenggarakan oleh majalah Bobo pada tahun 2012. Awalnya, saya begitu yakin jika cerita saya bakalan menang. Haha,,,maklum, semangat nulis yang berada di ubun-ubun membuat saya optimis setengah mati. Namun pada saat pengumuman, ternyata malah nama orang lain yang diumumkan sebagai pemenangnya.
Apakah saya kecewa saat itu? sedikit saja. tapi tidak dipungkiri, beberapa tahun setelah itu, saya masih berlajar dan berusaha menulis cerita anak yang saya sertakan dalam kompetisi menulis serupa. Hanya penyelenggaranya saja yang berbeda. Mulai dari KPAD Gunungkidul pada tahun 2016 yang Alhamdulillah, Puji Tuhan mendapat juara pertama. Tapi yang saya kirimkan waktu itu bukan cerpen ini, melaiankan sebuah cerita rakyat. Pernah pula ikut lomba menulis dari Balai Bahasa Yogyakarta pada tahun 2015 dan 2016 yang tetap bertahan pada peringkat ke3.
Selain kedua jenis lomba itu, ada banyak lomba menulis lain yang pernah saya ikuti. Alhadulillah belum menang.
Pohon Beringin dan Burung Perkutut sengaja tidak saya ubah sedikitpun saat saya memutusan untuk menuliskannnya di Blog saya. monggo dinikmati. Semoga tidak jenuh dengan gaya penulisan cerpen saya yang ….ah,,,baca dulu deh! Baru komentar!

POHON BERINGIN DAN BURUNG PERKUTUT
          Sebuah pohon beringin besar tumbuh di tepi danau yang berair jernih. Binatang-binatang di hutan itu memanfaatkan dahan pohon beringin untuk berteduh ketika mereka kepanasan di siang hari. Juga memanfaatkannya untuk berteduh ketika hujan yang deras mengguyur bumi. Tentu di dahan pohon beringin yang besar itu hiduplah berbagai binatang. Ada semut merah, ada burung perkutut yang membuat sarang di salah satu dahannya, ada kupu-kupu yang menitipkan telurnya untuk kemudian menjadi ulat dan akhirnya menjadi kupu-kupu yang indah, ada juga kumbang-kumbang yang sejenak hinggap melepas lelah di kerimbunan daunnya setelah seharian lelah mencari madu di kelopak-kelopak bunga. Pada suatu hari ketika perkutut minum air di tepi danau, datanglah ikan emas dari dalam danau. Ia menyapa perkutut itu.
          “Bagaimana kabarmu Perkutut? Apakah engkau baik- baik saja dengan teman-temanmu di pohon beringin itu?”, tanya ikan emas.
          “Tentu saja. Teman-temanku di pohon beringin itu sungguh baik. Mereka selalu menolongku ketika aku mendapat kesulitan. Mereka selalu menjaga telur-telurku ketika aku sedang pergi”, jawab Perkutut.
          “Sungguh bodoh engkau ini, Perkutut! Burung dengan suara merdu sepertimu harus hidup bersama hewan-hewan itu. Engkau tidak sepantasnya hidup berdampingan dengan mereka. Bukankah itu artinya anak-anakmu harus tidur berdesak-desakan dengan hewan lain?” kata ikan emas lagi.
Setelah perkutut puas minum, ia meminta diri dan terbang ke sarangnya. Dia berpikir bahwa pohon beringin itu memang sudah terlalu banyak penghuninya. Bahkan anak-anaknya juga harus tidur berimpitan dengan ulat bulu. Perkutut terpancing dengan kata-kata ikan emas. Perkutut segera memikirkan cara untuk mengusir teman-temannya dari pohon beringin itu. Pada suatu hari yang panas, perkutut yang bersuara merdu berkata kepada semut merah, sahabatnya.
          “Mut, telurku sebentar lagi akan menetas. Tolong jaga telur-telurku ini. Aku ingin mencari makan dulu”, kata burung perkutut.
“Oh tentu sahabatku. Aku akan menjaga telur-telurmu seperti aku menjaga anak-anakku sendiri”, kata semut merah.
Setelah perkutut terbang beberapa saat, datanglah kupu-kupu. Mereka asyik berbicara tentang pohon beringin yang menjadi rumah mereka sejak zaman moyang mereka. Pada saat semut merah dan kupu-kupu asyik berbincang-bincang, datanglah burung perkutut dengan wajah yang pucat.
          “Teman-teman, gawat!! Aku mendengar orang-orang akan mencari pohon terbesar di hutan ini untuk dijadikan tempat tidur raja. Bagi siapa saja yang mampu mencari pohon terbesar di hutan ini akan diberi hadiah emas oleh raja. Banyak orang yang menuju ke pohon beringian ini”, kata perkutut memperingatkan.
          Seketika semua binatang yang ada di pohon beringin itu menjadi panik. Setelah bermusyawarah, akhirnya mereka memutuskan untuk mencari pohon lain sebagai tempat tinggal. Dalam hati perkutut tertawa. Ia merasa jebakannya berhasil. Ia akan tinggal sendiri di pohon beringin itu bersama anak-anaknya tanpa perlu berdesak-desakan dengan hewan lain. Semut merah, ulat bulu, kupu-kupu dan semua hewan yang tinggal di pohon beringin berbondong-bondong meninggalkan pohon itu. Mereka mengungsi di pohon jati yang tumbuh agak jauh dari pohon beringin.
          Begitu lah. Akhirnya perkutut tinggal sendirian di pohon beringin sebesar itu. Ia merasa kesepian ditinggal pergi oleh sahabat-sahabatnya. Ia ingin sekali menyusul teman-temannya tetapi ia tidak bisa meninggalkan telurnya yang sebentar lagi menetas. Sekarang ia tidak bisa sejenak pun meninggalkan telur-telurnya meski ia sudah sangat merasa lapar. Apa lagi ada elang yang selalu siap mengambil telur-telurnya ketika ia lengah.
Pada saat ia menyesali perbuatannya, terdengar suara gaduh di bawah pohon beringin yang besar itu. Ada banyak sekali prajurit raja yang membawa senjata di bawah pohon beringin itu. Tanpa disangka perkutut, ternyata prajurit raja yang begitu banyak berniat merobohkan pohon beringin itu. Dalam waktu yang tidak begitu lama, robohlan pohon beringin itu. Telur-telur perkutut pecah sebelum menetas dan perkutut sendiri ditangkap oleh prajurit raja karena tidak mampu terbang setelah beberapa hari kelaparan.

Tanjungsari, 10 Maret 2012


Jatuh cinta dengan Keretanya Sitok Srengenge

Saya tidak mengenal Sitok Srengenge secara pribadi. Saya hanya pernah membaca puisinya yang berjudul kereta pada sebuah lembaran kertas yang tidak sengaja saya temukan pada tumpukan kertas yang hendak dijual di rumah teman. Saat saya membaca kalimat pertama, saya merasa tertarik untuk membaca kalimat berikutnya. Ada pesan begitu sedih nan syahdu yang disampaikan dalam puisi itu.
Saya membaca baris demi baris. Bait demi bait. Sedyih buanget. Seakan-akan puisi itu memang beliau ciptakan untuk saya yang pernah mengalami hubungan serupa. Sebuah hubungan yang dijalin dan tidak berakhir pada sebuah pernikahan memang menyakitkan. Apa lagi jika sudah ditambah beda keyakinan, tidak disetujui orang tua pula. Beuuuuhhh,, lengkap sudah sakitnya.

Terlepas dari masalah yang pernah menjeratnya beberapa tahun yang lalu, saya tetap menghargai karya Sitok Srengege yang benar-benar keren. Sebagai seorang perempuan, ada yang aneh juga dalam kasus itu. Kok, ya,,,? Ah, sudahlah. Saya tidak mau berasumsi terlalu jauh. Bukan kapasitas saya untuk ikut berkomentar atas persoalan orang lain.
Hahaha,,,tapi jika boleh jujur, di usianya yang menginjak 52 tahun, beliau masih terlihat bugar, bahkan begitu menarik untuk dijadikan pacar. (Gustiii,,,,Istigfar, Fit!!!).
Oh, iya, puisi  yang berjudul kereta sengaja saya tuliskan ulang karena saya begitu suka.

Kereta
1
Sendiri di stasiun tugu,
entah siapa yang ia tunggu
Orang-orang datang dan lalu
ia cuma termangu

sepasang orang muda berpelukan
(sebelum pisah) seolah memeluk harapan
Ia mendesis,
serasa mengecap dusta yang manis

Kapankah benih kenangan pertama kali tumbuh,
kenapa ingatan begitu rapuh?
Cinta mungki sempurna,
tapi asmara sering merana

ia tatap rel menjauh dan lenyap di dalam gelap
: di mana ujung perjalanan, kapan akhir penantian?
Lengking peluit, roda + roda besi berderit
Tepat ketika jauh di hulu hatinya terasa sisa sakit

2
Andai akulah gerbong kosong itu,
akan kubawa kau dalam seluruh
perjalananku

Di antara orang berlalang-lalu,
ada masinis dan para porter
Di antara kenanganku denganmu,
ada yang berpangkal manis berujung getir

Cahaya biru berkelebat dalam gelap,
Kunang-kunang di gerumbul malam
Serupa harapanku padamu yang lindap,
Tinggal kanangan timbul tenggelam
Dua garis rel itu, seperti kau dan aku,
Hanya bersama tapi tak bertemu
Bagai balok-balok bantalan tangan kita bertautan,
terlalu berat menahan beban

Di persimpangan kau akan bertemu garis lain,
begitu pula aku
kau akan jadi kemarin
kukenang sebagai pengantar esokku

Mungkin kita hanya penumpang,
duduk berdampingan tapi tak berbincang,
dalam gerbong yang beringsut
ke perhentian berikut

Mungkin kau akan tertidur dan bermimpi tentang bukan aku
Sedang aku terus melantur mencari mata air rindu
Tidak, aku tahu, tak ada kereta menjelang mata air
Mungkin kau petualang yang (semoga tak)
Menganggapku tempat parker

Kita berjalan dalam kereta berjalan
Kereta melaju dalam waktu melaju
Kau-aku tak saling tuju
Kau-aku selisipan dalam rindu

Jadilah masinis bagi kereta waktumu
Menembus padang lembah gulita
Tak perlu tangis jika kita sua suatu waktu,
Sebab segalanya telah beda

Aku tak tahu kapan keretaku akan letih,
tapi aku tahu dalam buku harianku kau tak lebih dari

sebaris kalimat sedih

Tugas Akhir Pembatik Level 4 Tahun 2023

Hei...hei...hei...Sahabat Teknologi Yogyakarta tahun 2023. Bagaimana nih, progres tugas akhir PembaTIKnya? Hari ini tenggat terakhirnya, loh...