Postingan Populer

Minggu, 29 April 2018

Harus Bagaimana?

Apa yang harus kulakukan?

Bukan sekali dua, Emak memintaku untuk menemui laki-laki yang bahkan aku lupa namanya. Saat ada saudara yang datang ke rumah sebagai perantara laki-laki itu untuk meminangku, aku semakin takut dengan diriku sendiri.

Ada rasa khawatir jika aku harus menjadi istri dari laki-laki yang baru kukenal. Bagaimana jika aku tidak bisa melepaskan sosok dari masa laluku?

Sampai detik ini, aku masih merindukannya. Beberapa malam belakangan, aku juga memimpikannya. Rasanya begitu rindu dengan sosoknya.

Malam ini aku kembali merindukannya. Apa lagi Emak sudah memintaku untuk bertemu lagi dengan sosok asing itu. Sosok yang bahkan sudah membuatku tidak nyaman sebelum bertemu dan mengenal pribadinya.

Gusti,,,,Allah! Piye iki?

Rabu, 25 April 2018

Untukmu yang Berusaha Mengetuk Pintu Hatiku,,,Terima Kasih

Hari ini, sebuah pemberitahuan pesan WA terdengar.

“TikTok”, terdengar keras sekali.

Bunyinya yang khas memberi tahu bahwa pesan yang masuk adalah pesan pribadi. Bukan obrolan grup yang mencapai 4000an dan belum ada satu pun yang kubaca. Lebih tepatnya tidak ada niat untuk membacanya.

Kulihat foto profil si pengirim pesan. Sosok baru yang kukenal selama beberapa bulan. Ia laki-laki yang baik. Setidaknya aku tahu itu saat ia sudah mengatakan bahwa ia ingin menjadikanku sebagai istrinya. Dalam pertemuan pertama kami, bahkan ia membawa adiknya sebagai bukti kesungguhan niatnya. Dalam pertemuan itu pula, ia memintaku untuk bersedia bertemu dengan orang tuanya di Bantul.

Mas Toro. Aku memanggilnya seperti itu. Laki-laki berperawakan tinggi dengan kulit kuning langsat yang baru kukenal ini bekerja di sebuah perusahaan tol di Kota Surabaya. Kami berkenalan beberapa bulan yang lalu. Saat awal perkenalan, ia memang sudah mengatakan niatnya untuk mencari isteri. Aku tersenyum mendengar kesungguhannya.

“Apa kabar, Dik,” Ia menyapaku seperti biasa. Suaraya yang lembut terngiang di telingaku meskipun kata-kata itu hanya kubaca lewat pesan WA yang dikirimkannnya kepadaku.

“Alhamdulillah. Puji Tuhan, Baik Mas,” balasku padanya.


Kemudian obrolan kami mengalir seperti biasa. Kami saling bertukar kabar di saat ia sibuk bekerja.

“Sudah punya calon, Dik?” tanyanya kemudian.

“Haha,,,belum, Mas. Njenengan sudah ada calon?” tanyaku basa-basi.

“Alhamdulillah sudah. Insyaallah tahun ini menikah. Namanya Dyah,” ia bercerita tentang calon istrinya.

Aku tertegun membaca baris-baris pesan darinya.

“Alhamdulillah. Ikut bahagia, Mas,” kataku.

Mas Toro belum lama ini memang menyatakan niat baiknya untuk meminangku. Ia ingin menjadikanku istrinya. Menjadikanku ibu dari anak-anaknya kelak. Mungkin aku memang perempuan bodoh yang melewatkan kesempatan baik ini. Ia mengatakan niat baiknya di bulan Februari 2018. Tepat sebulan setelah aku menyadari bahwa aku sudah dibohongi oleh orang yang sangat kucintai, entah sejak kapan. Entah berapa lama.

Mas Toro setidaknya sudah mengatakan kesungguhannnya. Ia menghargaiku sebagai seorang perempuan. Ia mengajakku untuk bertemu orang tuanya di Bantul. Sebuah niat mulia yang selama ini juga sudah aku inginkan. Ajakan menemui orang tua untuk segera dipinang.

Saat itu aku belum bisa memberikan jawaban. Aku belum cukup siap untuk menikah dan menjalin hubungan dengan sosok baru. Karena itulah aku tidak memberinya jawaban yang pasti saat ia mengatakan niatnya.

Maaf, ya, Mas. Bukannya aku menolakmu atau apa. Aku memang belum siap untuk berkomitmen secepat itu. Bahkan sampai saat ini, aku belum yakin apakah aku sudah siap menikah atau belum. Masih ada luka dari masa laluku yang belum bisa kusembuhkan. Rasa marah. Kecewa. Sedih. Semua bercampur menjadi satu tanpa bisa dikatakan seperti apa dan bagaimana menyembuhkannnya.

Mas Toro sempat bertanya, “Sebenarnya kamu ada niat untuk menikah nggak, Dik?”
Pertanyaan yang dilontarkan padaku setelah aku menganggapi dingin niatnya untuk menikahiku.

“Aku belum siap, Mas. Maaf.” Kataku waktu itu.

Bagiku, keinginan untuk menikah selalu ada. Siapa yang tidak ingin membina rumah tangga dan memiliki anak-anak yang lucu? Setiap perempuan pasti mendambakannnya. Tapi harus kuakui, aku belum siap secepat itu membuka hati.

Tepat saat peringatan seminggu meninggalnya Bapak, ada juga laki-laki yang mempunyai niat yang sama dengan Mas Toro. Ia datang melalui perantara dan mengatakan hal itu pada Emakkku. Dengannya, bahkan sampai saat ini, aku belum memberi jawaban. Aku belum pernah sekali pun mencoba bertemu dengannnya atau pun mengenalnya.

Bukannnya aku tidak mau membuka hati. Aku hanya belum siap. Aku masih butuh waktu untuk menyembuhkan luka. Salah jika ada anggapan yang mengatakan bahwa aku masih berharap dengan masa laluku. Tidak. Aku tidak lagi berharap membina hubungan dengan orang yang sudah membohongiku dan menyakitiku sampai sesakit ini. Aku tahu, saat ini ia sudah bahagia dengan keluarganya. Aku bertekad tak lagi mengusiknya. Saat aku sadar sudah dibohongi dan diacuhkan selama beberapa saat, aku tahu ia  tak ingin lagi di dekatku.

Kau pernah merasakan sakitnya ditinggal menikah. Setidaknya kita pernah berbagi cerita dan berbagi beban. Meskipun kita tidak akan pernah bisa berbagi luka.

“Ikhlaskan, Dik,” katamu waktu itu. “Aku tahu bagaimana rasanya,” katamu lembut.

Aku tahu, kau adalah laki-laki yang baik. Tapi mungkin kita hanya bisa menjadi shabat. Saudara. atau kakak dan adik.

“Ternyata kita tidak berjodoh, Dik. Tapi kita tetap jadi saudara kok,” kau menutup pesan WA mu dengan kata-kata seperti itu.

“Iya, Mas. Sekali lagi selamat, ya,” kutulis balasan dengan emoticon menangis.

Aku menyertakan emoticon itu bukan karena menyesal ia sudah menemukan belahan jiwanya, tapi karena salah pencet.
Hahaha…

Untuk pernikahanmu, aku harap kau bahagia, Mas Toro. Terima kasih karena pernah mencoba mengetuk pintu hatiku. Terima kasih sudah berusaha menjadi bagian dari hidupku. Terima kasih sudah mendoakanku supaya segera duduk di pelaminan sepertimu. Terima kasih juga sudah pernah melamarku dengan kata-katamu.  Tetapi dari semua doa tulusmu, doakan aku bisa meraih semua mimpi dan keinginanku. Aku tahu, Tuhan sudah menyiapkan skenario yang terbaik untukku. Entah siapa ia. Entah dimana ia. Entah apa yang dilakukannya saat ini. Ada sosok yang sudah tertulis dalam Diary Tuhan untuk mmbuatku tersenyum dalam waktu dekat.
Amin.

Rabu, 18 April 2018

PANIK

Beberapa hari yang lalu, saya membaca sebuah artikel tentang kebocoran data facebook. Sebenarnya ini berita lama yang sudah saya tahu dari beberapa judul artikel yang berseliweran di beranda FB. Nah, kearin saya membaca sebuah artikel yang mengatakan pesan-pesan yang dikirim lewat messengers dapat digunakan untuk kepentingan politik, dan bla…bla..bla…

Dasar saya tukang panik. Entah kenapa saya bisa begitu panik karena membaca artikel itu. Tanpa berpikir panjang, saya mulai menghapus satau-persatu pesan di msg. Sebenarnya isinya tidak terlalu penting, hanya receh-receh khas anak muda yang sedang kehilangan satu sayapnya.

Nah, barusan saya tertawa saat ingat kepanikan saya waktu menghapus pesan.
“Saya bukan artis. Bukan pejabat. Bukan politisi. Bukan pula menteri,,, kenapa harus khawatir…” pikir saya sambil tepok jidat berkali-kali.
Yang membuat saya semakin merasa bodoh dan konyol, saya sempat merasa bahwa pesan-pesan yang katanya ‘diretas’ atau apalah istilahnya bakalan dipublikasikan di sebuah media onlen.

“Wadhuh, curhat saya bakalan dibaca masyarakat Endonesa,,,” pikir saya.
Bhahaha….huahaa…parah.

Jangan tertawa! Saya pun kadang malu dengan diri saya!

Tugas Akhir Pembatik Level 4 Tahun 2023

Hei...hei...hei...Sahabat Teknologi Yogyakarta tahun 2023. Bagaimana nih, progres tugas akhir PembaTIKnya? Hari ini tenggat terakhirnya, loh...