Cerita
berjudul Pohon Beringin dan Burung Perkutut adalah cerita anak dalam bentuk
fable pertama yang saya buat. Cerita ini pernah saya kirimkan untuk lomba
menulis cerita anak khusus guru yang diselenggarakan oleh majalah Bobo pada
tahun 2012. Awalnya, saya begitu yakin jika cerita saya bakalan menang.
Haha,,,maklum, semangat nulis yang berada di ubun-ubun membuat saya optimis
setengah mati. Namun pada saat pengumuman, ternyata malah nama orang lain yang
diumumkan sebagai pemenangnya.
Apakah
saya kecewa saat itu? sedikit saja. tapi tidak dipungkiri, beberapa tahun
setelah itu, saya masih berlajar dan berusaha menulis cerita anak yang saya
sertakan dalam kompetisi menulis serupa. Hanya penyelenggaranya saja yang
berbeda. Mulai dari KPAD Gunungkidul pada tahun 2016 yang Alhamdulillah, Puji
Tuhan mendapat juara pertama. Tapi yang saya kirimkan waktu itu bukan cerpen
ini, melaiankan sebuah cerita rakyat. Pernah pula ikut lomba menulis dari Balai
Bahasa Yogyakarta pada tahun 2015 dan 2016 yang tetap bertahan pada peringkat
ke3.
Selain
kedua jenis lomba itu, ada banyak lomba menulis lain yang pernah saya ikuti.
Alhadulillah belum menang.
Pohon
Beringin dan Burung Perkutut sengaja tidak saya ubah sedikitpun saat saya
memutusan untuk menuliskannnya di Blog saya. monggo dinikmati. Semoga tidak
jenuh dengan gaya penulisan cerpen saya yang ….ah,,,baca dulu deh! Baru
komentar!
POHON BERINGIN DAN BURUNG PERKUTUT
Sebuah pohon beringin besar tumbuh di
tepi danau yang berair jernih. Binatang-binatang di hutan itu memanfaatkan
dahan pohon beringin untuk berteduh ketika mereka kepanasan di siang hari. Juga
memanfaatkannya untuk berteduh ketika hujan yang deras mengguyur bumi. Tentu di
dahan pohon beringin yang besar itu hiduplah berbagai binatang. Ada semut
merah, ada burung perkutut yang membuat sarang di salah satu dahannya, ada
kupu-kupu yang menitipkan telurnya untuk kemudian menjadi ulat dan akhirnya
menjadi kupu-kupu yang indah, ada juga kumbang-kumbang yang sejenak hinggap
melepas lelah di kerimbunan daunnya setelah seharian lelah mencari madu di
kelopak-kelopak bunga. Pada suatu hari ketika perkutut minum air di tepi danau,
datanglah ikan emas dari dalam danau. Ia menyapa perkutut itu.
“Bagaimana kabarmu Perkutut? Apakah
engkau baik- baik saja dengan teman-temanmu di pohon beringin itu?”, tanya ikan
emas.
“Tentu saja. Teman-temanku di pohon
beringin itu sungguh baik. Mereka selalu menolongku ketika aku mendapat
kesulitan. Mereka selalu menjaga telur-telurku ketika aku sedang pergi”, jawab
Perkutut.
“Sungguh bodoh engkau ini, Perkutut!
Burung dengan suara merdu sepertimu harus hidup bersama hewan-hewan itu. Engkau
tidak sepantasnya hidup berdampingan dengan mereka. Bukankah itu artinya
anak-anakmu harus tidur berdesak-desakan dengan hewan lain?” kata ikan emas
lagi.
Setelah
perkutut puas minum, ia meminta diri dan terbang ke sarangnya. Dia berpikir bahwa
pohon beringin itu memang sudah terlalu banyak penghuninya. Bahkan anak-anaknya
juga harus tidur berimpitan dengan ulat bulu. Perkutut terpancing dengan
kata-kata ikan emas. Perkutut segera memikirkan cara untuk mengusir
teman-temannya dari pohon beringin itu. Pada suatu hari yang panas, perkutut
yang bersuara merdu berkata kepada semut merah, sahabatnya.
“Mut, telurku sebentar lagi akan
menetas. Tolong jaga telur-telurku ini. Aku ingin mencari makan dulu”, kata
burung perkutut.
“Oh
tentu sahabatku. Aku akan menjaga telur-telurmu seperti aku menjaga anak-anakku
sendiri”, kata semut merah.
Setelah
perkutut terbang beberapa saat, datanglah kupu-kupu. Mereka asyik berbicara
tentang pohon beringin yang menjadi rumah mereka sejak zaman moyang mereka.
Pada saat semut merah dan kupu-kupu asyik berbincang-bincang, datanglah burung
perkutut dengan wajah yang pucat.
“Teman-teman, gawat!! Aku mendengar
orang-orang akan mencari pohon terbesar di hutan ini untuk dijadikan tempat
tidur raja. Bagi siapa saja yang mampu mencari pohon terbesar di hutan ini akan
diberi hadiah emas oleh raja. Banyak orang yang menuju ke pohon beringian ini”,
kata perkutut memperingatkan.
Seketika semua binatang yang ada di
pohon beringin itu menjadi panik. Setelah bermusyawarah, akhirnya mereka
memutuskan untuk mencari pohon lain sebagai tempat tinggal. Dalam hati perkutut
tertawa. Ia merasa jebakannya berhasil. Ia akan tinggal sendiri di pohon
beringin itu bersama anak-anaknya tanpa perlu berdesak-desakan dengan hewan
lain. Semut merah, ulat bulu, kupu-kupu dan semua hewan yang tinggal di pohon
beringin berbondong-bondong meninggalkan pohon itu. Mereka mengungsi di pohon
jati yang tumbuh agak jauh dari pohon beringin.
Begitu lah. Akhirnya perkutut tinggal
sendirian di pohon beringin sebesar itu. Ia merasa kesepian ditinggal pergi
oleh sahabat-sahabatnya. Ia ingin sekali menyusul teman-temannya tetapi ia
tidak bisa meninggalkan telurnya yang sebentar lagi menetas. Sekarang ia tidak
bisa sejenak pun meninggalkan telur-telurnya meski ia sudah sangat merasa
lapar. Apa lagi ada elang yang selalu siap mengambil telur-telurnya ketika ia
lengah.
Pada
saat ia menyesali perbuatannya, terdengar suara gaduh di bawah pohon beringin
yang besar itu. Ada banyak sekali prajurit raja yang membawa senjata di bawah
pohon beringin itu. Tanpa disangka perkutut, ternyata prajurit raja yang begitu
banyak berniat merobohkan pohon beringin itu. Dalam waktu yang tidak begitu
lama, robohlan pohon beringin itu. Telur-telur perkutut pecah sebelum menetas
dan perkutut sendiri ditangkap oleh prajurit raja karena tidak mampu terbang
setelah beberapa hari kelaparan.
Tanjungsari,
10 Maret 2012