Postingan Populer

Kamis, 16 Agustus 2018

Percayalah, Tidak Ada Kepercayaan yang Dihargai dengan Murah



“Permen ini terlalu manis hingga terasa pahit,”

Kalimat ini terdengar sangat familiar bukan?

Ya, iyalah. Itu adalah sepotong kalimat yang diucapkan oleh Go Dong Mae kepada penjual permen yang menawarinya permen perancis dalam episode kedelapan drama Mr. Sunshine. Lugasnya, segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik. Terlalu manis, terlalu pahit, terlalu asin, terlalu banyak, terlalu…terlalu…terlalu percaya.

Kepercayaan adalah sesuatu yang sangat berharga untuk sebagian orang. Sebagian lain, menganggapnya sebagai bahan candaan yang bisa dimainkan sesuai keadaan. Unfortunately, saya mengalami yang kedua. Dan ini serius. Sakit.

Seorang teman pernah menitipkan amanah pada saya untuk menjaga novel Laskar Pelanginya Andrea Hirata yang saya pinjam darinya. Tapi dasar saya saja yang tidak bisa menjaga amanah. Tidak bisa menjaga keercayaan. Novel itu kembali bertahun kemudian dalam keadaan yang dedel duel. Sampulnya ilang. Lemnya berantakan.

Eh, tapi jangan salah. Saya ragu ia membeli novel yang asli. Lha wong kertasnya butek. Udah gitu, lemnya juga mbregedel. Mau awet dari mana coba? So, saya juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Tapi, ya, saya akui saya salah. Meskipun teman saya sempat marah, ia akhirnya memaafkan kesalahan saya. Toh, ia juga meminjam buku saya dari tahun 2013 dan sampai sekarang belum dikembalikan. Buku setebal lima ratusan halaman brooo,,,mau diminta, nggak enak. Nggak diminta kok yo eman.

Lain cerita, saat saya esempe, pernah ada penggalangan dana untuk perbaikan gitar kayu yang bahkan tidak menyerupai bentuk gitar beneran. Kalo senarnya dipetik, boro-boro mau bunyi jreng,,,jreng,,,jreng, lha wong malah berbunyi gruk,,,gruk,,,gruk,,alis tidak bisa berbunyi sama sekali. Saya selalu tertawa saat mengingat moment ini. Tapi saya salut dengan pak guru musik saya, beliau cukup ‘kreatif’ membuat kami mengenal nada A, D, E, sampai Z dengan gitar antik bersenar enam yang tidak bisa berbunyi itu. Maha suci gitar dengan segala harapan palsunya.

Entah bagaimana kabar gitar legendaris itu sekarang? Kalopun gitar antik itu masih digunakan, apa anak esempe saat ini bisa berimajinasi liar seperti angkatan kami dulu? Pegang balok kayu dengan panjang sekitar 50an cm, tapi mampu membuat kami merasa keren bak Eros Sheila On7 saat mengiringi Duta menyanyi lagu “Seberapa Pantas”. Oh, benar-benar the power of imagination.

saya tidak yakin generasi sekarang bisa  bersabar memegang balok kayu sekaligus berimaginasi dengan cukup tinggi. Mentok, mereka akan tersenyum sambil berujar, “Iki kih buronan opo, sih?”

Saya lebih yakin mereka akan mengunduh aplikasi alat music dari play store. Butuh gitar? Play store. Butuh piano? Play store. Butuh drum? Play stor. Pingin jadi penyanyi? Play store.
Untung saja mereka tidak bermain band dengan memegang ponsel masin-masing. Kalo iya? Bayangkan sendiri, kok! Mosok saya juga harus menuliskannya untuk Njenengan. Penakmen!

Zaman memang telah berubah. Segala sesuatu bisa didapatkan dengan lebih mudah, minus calon suami. Jangankan alat musik, lha wong kendaraan  pun bisa diunduh lewat play store kok. Saya bahkan pernah jadi sopir truk baru-baru ini. Serius. tapi ya, itu tadi. Play store.

Oh, iya. Kembali lagi. Seperti lazimnya gitar beneran, gitar kayu itu pun juga butuh kasih sayang dari kami. Terlalu banyak tangan yang memegang, membuatnya butuh peremajaan senar. Senar pancing. Iya, mirip senar pancing. Dulu, saya melipatkan jumlahnya pada saat meminta uang pada bapak. Bapak memberikan tanpa bertanya. Lalu, dimna masalahnya?

Bentar to,,, sabar.

Masalah itu baru muncul saat tetangga saya yang anaknya juga sekelas dengan saya bercerita bahwa ia dimintai uang untuk perbaikan gitar antik itu. Dan cetho buto, jumlahnya berbeda dengan milik saya. Emak bertanya pada bapak. Bapak menjawab jujur. Cep klakep, saya mungkret.

Pulang sekolah, emak nggedumel tapa henti. Ceramah panjang dari A-Z. Dibilang ini, dibilang itu, dan bla…bla…bla..

Dan Njengan tahu bagaimana akhirnya, setiap kali ada iuran dari sekolah, Emak tidak lagi percaya dengan saya. Ia selalu bertanya kepada tetangga saya untuk melihat kejujuran saya.

Kejadian itu sudah bertahun berlalu, tapi sampai sekarang tidak bisa saya lupakan. Mungkin emak sudah lupa, tapi tidak dengan saya. Saya tipikal orang yang tidak bisa melupakan apa pun begitu saja.  Hal-hal yang menyenangkan atau sebaliknya, akan terekam dengan jelas dalam memori saya dalam waktu yang lama. Begitulah, terkadang ada hal-hal yang hanya bisa dimaafkan namun tak akan pernah bisa dilupakan begitu saja. Dalam hal memaafkan, saya tipikal yang buruk sekali. Untuk satu hal ini, saya masih berusaha seikhlas mungkin. Belajar dari Om Goenawan Muhammad, “Forgiveness does not change the past, but it does enlarge the future”.

Selalu ada sisi positif dari setiap kejadian. Selalu ada hikmah yang bisa diambil dari setiap kesalahan. Kepercayaan itu memang terkesan sederhana. Saya pernah membohongi orang tua, Akibatnya, emak tak lagi percaya pada saya meskipun saya sudah berkata sejujur-jujurnya. Saya sadar, ada harga yang mesti dibayar mahal saat tidak kepercayaan itu sudah hilang.

Percayalah, tidak ada kepercayaan yang dihargai dengan murah.

Udah, pingin cerita gitu saja. Oh, iya, abaikan saja foto trio ubur-ubur itu. Sungguh tak ada faedahnya melihat foto itu. Kenapa? Karena dua orang d kiri dan kanan saya telah menikah dan hidup bahagia dunia-akhirat dengan pasangan masing-masing. Tinggal yang tengah,perhatikan baek-baek. Itu foto saya, belum ada yang punya. Haha,,,

Mohon maaf karena membuat dua menit Panjenengan terbuang percuma.
Matur nuwun untuk waktunya.

Rabu, 08 Agustus 2018

Renungan Ringan


Ada seorang teman lama yang bertemu dengan saya lebaran lalu. Ia bercerita banyak tentang hidupnya. Ada banyak hal yang ia ceritakan kepada saya. Pekerjaan, impian, dan tentunya hatinya yang terluka.

Saya hanya menjadi pendengar. Ia lebih banyak meluapkan kesedihan dan rasa kecewanya dari air matanya. Saya tahu ia begitu terpukul beberapa bulan ini. Setidaknya saya tahu itu karena ia sering sekali menghubungi saya saat ia sedang ada masalah.

Ia bertanya pada saya, bagaimana caranya memaafkan orang yang sudah sangat menyakiti hatinya
Saya menjawabnya singkat, “Aku ora ngerti. Dewekne jaluk ngapura?”

“Blas. Ora. Basa-basi yo ora,” jawabnya.

Meski kata maaf tidak bisa begitu saja menyembuhkan luka, mungkin ia akan sedikit terhibur jika ada kata maaf yang diucakan secara tulus. Ia berusaha memaafkan kesalahan seseorang yang bahkan sampai sekarang tidak (belum) mengucapkan kata maaf kepadanya.

Saya tidak bertanya lebih jauh tentang sosok yang membuatnya terluka. Mendengar ceritanya, saya sudah cukup paham dengan masalahnya.

Dalam hal mengelola hati dan emosi, saya merasa bahwa kawan saya lebih baik dibanding saya. Jika ia bisa memaafkan seseorang yang membuatnya terluka, saya malah sebaliknya. Saya adalah tipe pendendam yang tidak bisa begitu saja melupakan seseorang yang sudah melukai hati dan perasaan saya.

Jujur, ya. Saat saya teringat bahwa saya pernah merasa sakit karena lidah seseorang yang mahir berakrobat dan bermain silat, saya sering sekali mendoakan supaya ia diberikan umur yang panjang.
Eh, tapi jangan salah. Saya tidak sebaik itu. Saya berharap ia diberikan umur yang panjang agar saat sosok yang disayanginya mendapatkan hal yang sama persis seperti yang dilakukan olehnya pada saya, ia juga bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang menyayangi saya saat melihat saya terluka. Jahat sekali, kan? Iya.

Berulang kali saya berpikir seperti itu, berulang kali pula saya menepisnya. “Aduh, jangan jadi orang jahat,” nurani saya yang berbicara.

Tapi itu duuuuluuuuuuuu sekali.

Masih ada apem yang dihidangkan dalam piring keramik di depan kami. Dalam tradisi jawa, apem yang dibuat saat lebaran adalah symbol untuk kata ngapunten yang bermakna permintaan maaf. Dalam tradisi d kampung kami, bsaling memberikan apem saat lebaran, selain untuk menyambung silaturahmi juga sekaligus sebagai permintaan maaf. Maklum, kata pak ustad, manusia adalah tempatnya salah dan dosa.

Kalau tempatnya baju dan kerudung? Ya, lemari, kok.

Ups, garing? Iya. Kriuk? Iya.

Sebelum kawan saya pamit pulang, saya minta ia mencicipi apem buatan saya. dan tentunya juga saye beri nasehat pamungkas dari kata-kata Emak saya,”Jangan menyakiti jika tidak mau disakiti. Jangan melukai jika tidak mau dilukai. Ingat, kamu hanya akan menuai apa yang sudah kamu tanam. Jika kamu menanam angin, suatu saat kamu akan menuai badai. Jika kamu menumpahkan air mata, suatu saat air matamu yang akan ditumpahkan. Semesta ini bekerja sempurna, ia hanya akan mengembalikan apa yang kamu perbuat sebelumya. Karena itu, berhati-hatilah menyakiti hati seseorang jika tidak ingin suatu saat hatimu akan disakiti dengan cara yang sama pula.”

Tiba-tiba ingatan saya melesat jauh pada saat awal-awal kuliah dulu. Saya tertawa ngakak,,,kemudian tepok jidat sekencang-kencangnya.

Aduh, sakit!

Tugas Akhir Pembatik Level 4 Tahun 2023

Hei...hei...hei...Sahabat Teknologi Yogyakarta tahun 2023. Bagaimana nih, progres tugas akhir PembaTIKnya? Hari ini tenggat terakhirnya, loh...