mBah Karyo punya sepatu. Hanya dua, tapi bukan dua pasang, melainkan dua biji. Itu pun sebelah kiri. Warnanya berbeda. Bekas pula!! Yang satu merah bata, yang satu hijau tua. Kemanapun ia pergi, sepatu itu selalu menemani. Ia tak peduli anggapan orang, ia tak peduli ledekan orang!
Baginya, sebelah kiri semua atau sebelah kanan semua, meskipun bekas saja, meskipun berbeda warna, nilainya tetap sama. SEPATU! DIPAKAI DI KAKI! Belum pernah ada sejarah yang mencatat bahwa sepatu dipakai di dada, apalagi di kepala. Karenanya, mBah Karyo santai saja. Urusan sepatu tak masuk dalam long list pikirannya. Ia hanya berpikir, entah benar, entah salah, itu semua hanya pandangan orang. Semua tergantung kebiasaan, tapi sesuatu yang dibiasakan bukan berarti benar.
Jika memakai sepatu sebelah kiri semua itu salah, apakah orang lain akan dirugikan dengan sepatu yang dipakainya? Jika memakai sepatu sebelah kiri semua itu salah, apakah orang lain akan merasa terganggu karenanya? Toh, ketika kaki mBah Karyo lecet-lecet, berdarah-darah sampai akhirnya perih dan terluka, mBah Karyo sendiri yang merasakannya. Toh, mBah Karyo sendiri yang membeli obat dan mengobati luka di kakinya!
Beberapa waktu berlalu, gaplek dan semua persediaan jagungnya sudah habis ditukar dengan "Pil Pluru" untuk mengobati luka di kakinya. Akhirnya mBah Karyo pilih nyeker saja. Sepatu itu digantung di depan rumahnya, berharap ada orang lain yang bersedia menukarnya dengan sebodak gaplek. Dia berpikir, sepatu beda warna itu terlalu mewah untuk kakinya.
Baginya, sebelah kiri semua atau sebelah kanan semua, meskipun bekas saja, meskipun berbeda warna, nilainya tetap sama. SEPATU! DIPAKAI DI KAKI! Belum pernah ada sejarah yang mencatat bahwa sepatu dipakai di dada, apalagi di kepala. Karenanya, mBah Karyo santai saja. Urusan sepatu tak masuk dalam long list pikirannya. Ia hanya berpikir, entah benar, entah salah, itu semua hanya pandangan orang. Semua tergantung kebiasaan, tapi sesuatu yang dibiasakan bukan berarti benar.
Jika memakai sepatu sebelah kiri semua itu salah, apakah orang lain akan dirugikan dengan sepatu yang dipakainya? Jika memakai sepatu sebelah kiri semua itu salah, apakah orang lain akan merasa terganggu karenanya? Toh, ketika kaki mBah Karyo lecet-lecet, berdarah-darah sampai akhirnya perih dan terluka, mBah Karyo sendiri yang merasakannya. Toh, mBah Karyo sendiri yang membeli obat dan mengobati luka di kakinya!
Beberapa waktu berlalu, gaplek dan semua persediaan jagungnya sudah habis ditukar dengan "Pil Pluru" untuk mengobati luka di kakinya. Akhirnya mBah Karyo pilih nyeker saja. Sepatu itu digantung di depan rumahnya, berharap ada orang lain yang bersedia menukarnya dengan sebodak gaplek. Dia berpikir, sepatu beda warna itu terlalu mewah untuk kakinya.